Skip to main content

Nekat! Traveling Dadakan Demak-Gresik

 


Ini pengalaman nekat pertamaku dalam touring. Jadi, aku memulai perjalanan di pagi hari dari Demak, berharap ingin ke Tuban sebetulnya, karena aku suka dengan namanya. 

Tuban adalah kabupaten di Jawa Timur yang sering aku lihat dalam buku sejarah Walisongo.  Keinginanku touring ke Tuban, selain karena unsur sejarah juga karena aku tahu bahwa di sana ada banyak pantai sebab lokasinya yang ada di 'pesisir utara Pulau Jawa'. 

Pernah dulu aku dengar cerita dari guru yang aku lupa namanya, tapi beliau berkata bahwa sebaiknya kita mencoba berjalan dari jalur yang berbeda, supaya dapat lebih banyak pengalaman yang berbeda. 
Jadi, meski aku tahu bahwa menuju Tuban itu lebih dekat jika lewat jalur Utara (Kudus-Jepara-Rembang-Tuban) namun aku sengaja lewat jalur tengah dari arah Purwodadi-Blora- lalu mulai nyasar ke mana-mana. 

Di Blora tidak banyak yang aku explor karena bingung juga mau ke mana, sebab yang aku cari peta wisata dari reviuw para website di google, ternyata nggak 'sebegitu' wah seperti yang aku bayangkan. 

Dan aku pun melanjutkan perjalanan fokus di jalur utama. Hingga aku sampai di jalur yang mulai cukup sepi, hanya ada hutan jati dan rumah penduduk masih jarang. 

Lelah dan capek, aku beristirahat di tempat cucian motor pinggir jalan. Pas kebetulan antre panjang, jadi aku bisa sambil tiduran. 

Kurang lebih satu jam, aku tidur dengan nyaman dan cuek karena memang itu habis pulang malam, kan aku cuti pas tanggal 2 Agustus 2019 (baru bisa nulis sekarang karena eh karena bla bla bla :/) jadi malam pulang jam 11 malam sampe rumah, paginya terus touring. Jadi, ngantuk deh. Tiduran di tempat cucian motor jadi lumayan seger. 

Dan aku pun siap melanjutkan perjalanan. 

Masih mencari petunjuk arah Kabupaten Tuban, rupanya aku nyasar sampai ke arah Bojonegoro-Ngawi yang jalannya masih sepi gini guys. Aku rada-rada ngeri gitu juga ya. 


Kan sampai situ jam 15.53 tuh sudah cukup sore dan aku belum melihat tanda-tanda yang namanya keramaian kota. Sepi semua, dan hanya sesekali kulihat sekumpulan tenaga proyek yang sedang memperbaiki jalan. 

Semakin melaju ke sana, rupanya jalur yang kutempuh makin jauh dari Tuban. 

Dan petunjuk jalan yang ada di persimpangan lampu merah makin buat aku bingung disertai google map yang makin buat aku ngeblak karena banyak tikungan kecil yang tidak terbaca dengan baik. 

Hingga akhirnya aku tanya ke tukang ojeg online dengan baju hijaunya. Arah Tuban, nyatanya adalah bahwa aku harus balik lagi ke jalur sepi yang penuh dengan hutan jati tadi. 

Oh iya, di jalur ini, bus antar kota pun bisa kukatakan hampir tidak ada. Angkot juga sama. 
Jadi, bisa ngebayangin nggak sih betapa masih jarangnya penduduk di sini. Macam di hutan Amazon kali ya. 

Hingga magrib, aku masih di perjalanan. Bingung nih mau nginep di mana nantinya. Hotel tidak kutemui di sepanjang jalan. Pikiran utama hanya aku harus nginep di pom bensin, tapi kayaknya nggak enak banget karena banyak cowok2 di sana. 

Mampir solat di jalan, saat itu sudah magrib. Habis solat tanya bapak-bapak arah Tuban. Alhamdulillah sudah satu arah. 

Kupikir, ya sudahlah kalau habis magrib, perkiraan sampai Tuban sekitar dua jam gitu. Sekitar jam 8 malam masih okelah di jalan. 

Dan ternyata, itu pun tidak seperti yang kubayangkan guys. Aku terus ke utara (dan saat itu tidak tahu posisi tepatnya ada di mana) mentok tiba di jalur Jepara-Lamongan. 

Kok bisa ya? Ini nggak masuk akal buatku. Bayanganku Tuban-Lamongan. Tapi ini, petunjuk arah yang muncul adalah arah Jepara atau Lamongan. 

Ya udah deh ya, dengan pertimbangan singkat, okelah sekalian aku ke Jawa Timur aja. Kebetulan aku punya impian konyol juga ke Gresik. Ini wilayah kabupaten yang sering muncul juga nih buku sejarah Walisongo. 

Jadinya Tuban-Gresik gitu ya. 

Akhirnya, aku memilih arah Lamongan, Jawa Timur. 

Cari-cari hotel sederhana nggak ketemu. Yang ada, kalau nggak hotel cukup mewah adalah tempat karaoke remang-remang. 

Lah, galau nian di jam menjelang pukul sembilan itu. Masih berpikir positif, ya udah deh, cari pasar yang atau pelayanan publik yang 24 jam, semacam rumah sakit atau pasar. 

Tiduran di mushola atau kursi umum kayaknya nggak terlalu buruk juga kali ya. 

Hmm... 

Mendadak pingin nginep di polres pas lihat papan polsek di jalan. Yah, mungkin lebih aman barang bawaannya (yang nggak seberapa) dan lebih nyenyak juga. 

Kalau nggak polres ya semacam kodim gitu. Dan akhirnya dengan penuh keberanian, aku pun nginep di Polsek Pucuk, Lamongan. 

Kurang lebih pukul sembilan malam, Alhamdulillah akhirnya aku bisa beristirahat dengan tenang. 

Pagi hari, em maksudnya habis subuh, aku langsung lanjut perjalanan ke Timur menuju Kabupaten Gresik. Nggak enak berlama-lama di Polsek. 

Tak lupa, kuucapkan terima kasih atas tumpangan nginepnya ya bapak polisi. Well, mungkin ini pembelajaran berarti bahwa touring yang nyaman itu adalah yang dengan perencanaan matang. 

Maklum guys. Aku cewek. Keselamatan jiwa, raga, jasmani dan rohani itu tetap harus yang utama dari segala-galanya. 

Itulah kisah perjalanan berangkat aku hingga sampai di Gresik. Next, baca juga kisah perjalanan pulang yang nggak kalah serunya ya. Okey, see you😊

Comments

Popular posts from this blog

Tugu Kretek Kabupaten Kudus, Termegah di Asia Tenggara

Tiket: Free Tugu Perbatasan Kabupaten Kudus Good Morning Guys Pagi ini aku mau share tempat menarik yang juga nge-hits bagi warga Kudus dan juga sekitarnya. Ini dia yang cantik-cantik guys, ada Tugu Kretek, yang merupakan tugu perbatasan antara Kabupaten Kudus dan juga Kabupaten Demak. Tugu Kretek ini berada persis di samping Jembatan Tanggulangin, yang merupakan jembatan perbatasan antara dua kabupaten tersebut. Oleh karena pembuat atau creatornya adalah side Kudus, maka ikon yang ditonjolkan pun juga ikonnya Kota Kretek, yaitu Daun Tembakau. Jembatan Tanggulangin Tuh guys, bentuknya mirip seperti daun tembakau gitu kan. Itu karena Kudus ini dikenal sebagai Kota Kretek, karena ada salah satu perusahaan rokok terbesar di Indonesia yang berada di Kudus, yaitu PT Djarum. Pembuatan tugu ini juga disponsori utama oleh PT Djarum guys. Dengan biaya yang dikeluarkan cukup fantastis, yakni 16 miliar (dilansir dari: id.wikipedia.org) yang selesai selama kurang lebih tujuh bulan, hingga akhir ta

Pantai Pungkruk Jepara, Mirip Altar Pernikahan

 Free Html Jika kamu berkunjung ke Kabupaten Jepara, amat sangat aku sarankan buat mampir ke Pantai Pungkruk yang ada di Desa Mororejo, Kecamatan Mlonggo, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Selain karena aksesnya amat mudah dijangkau, menikmati keindahan pantai ini juga gratis loh guys. Tidak ada tiket masuk maupun parkir sama sekali. Meski free, jangan salah sangka dulu ya. Sebab pemandangan alam yang dipadukan dengan dekorasi buatan amat terkombinasi dengan begitu cantiknya di sini. You see, ini mirip seperti altar pernikahan outdoor yang ada di pernikahannya orang-orang kelas atas gitu guys. Cantik dan amat bagus penataannya yang sederhana namun tetap elegan. SPOT PREWED Bayangin deh kamu ambil foto prewed di sini sama pasangan. Sudah pasti ini akan jadi background yang cantik buat foto-foto kalian.  Baik itu dari spot yang bulat-bulat mirip altar di kastil, ataupun di spot mirip jembatan yang berada persis di tepi pantai ini.  GAZEBO Di kawasan pantai yang gratisan ini juga sudah diban

Puja Mandala, Wajah Toleransi Umat Beragama di Bali

Puja Mandala Toleransi umat beragama di Indonesia memang sudah tidak diragukan lagi. Termasuk juga yang ada di Pulau Bali. Hal itu tercermin dalam satu kawasan wisata religi yakni di Puja Mandala Di Puja Mandala ini ada lima tempat peribadatan untuk enam agama yang diakui di Indonesia. Kenapa lima tempat ibadah untuk enam agama? Karena Puja Mandala ini sudah lebih dahulu dibangun sebelum agama Kong Hu Chu diakui di Indonesia. Jadi, Puja Mandala dibangun tahun 1994, sedangkan agama Kong Hu Chu diakui di Indonesia sejak masa kepresidenan Abdurrahman Wahid yakni antara tahun 2000-2001 (silahkan komen jika aku salah ya). Jadi, ya begitulah gaes. Sudah terlanjur dibangun lima tempat ibadah ya. Pura Jagatnatha Oke, kita mulai yang pertama. Ini ada Pura Jagatnatha. Di pintu masuk pura, ada keterangan bahwa yang akan beribadah diwajibkan mengenakan pakaian yang layak, sopan serta dilarang pakai rok pendek ya untuk perempuan. Selain itu, juga dilarang pecicilan dengan menaiki atau memanjat semu