#minicerpen
Sarni membuka buku dongeng yang baru saja ia pinjam dari perpustakaan sekolah. Dongeng Anak Muslim, begitu judulnya. Ia mulai membacanya sambil sesekali menggoyang-goyangkan otok-otok buatan bapaknya yang saling berkait, melingkari seluruh tanaman padi.
"Hey kamu baca apa?"
"Ih kamu. Ngagetin aja." Sarni reflek menutup buku bacaan itu.
"Gitu aja kaget sih. Lebay."
"Kenapa ke sini? Ganggu aja."
"Aku bosen di rumah. Sini biar aku yang ngusir burung-burungnya," Dio mengambil paksa kaitan otok-otok dari tangan Sarni. Lantas segera berteriak kencang sekali, "Hoy. Hoy. Hoy."
Seketika, burung-burung kecil itu pun berterbangan, pontang-panting, mencari tempat perlindungan."
"Jaga padi tuh gini. Teriak-teriak. Atraktif. Bukannya diem aja."
Sarni tidak mempedulikan tingkah Dio. Dia kembali fokus pada dongeng di tangannya sambil rebahan, menikmati semilirnya angin sore di gubug yang beratapkan daun nipah.
Lama-lama, kantuknya datang. Sarni tertidur, terlelap. Tak sadarkan diri. Dan sebuah kecupan yang mendarat di pipinya begitu saja membangunkannya.
"Ii..ih, kenapa menciumku?!" Sarni reflek bangun dan mengusap-usap pipinya sampai terasa panas.
"Salah sendiri kamu tidur. Ditemenin malah ditinggal tidur."
...
Kejadian sepuluh tahun itu berlalu dengan cepat. Sarni jadi jarang bertemu dengan Dio sejak mereka lulus SD. Dia tetap tinggal di kampung sedangkan Dio ikut orangtuanya merantau ke Jakarta.
Terkadang saat menjenguk kakek-neneknya di kampung, Sarni masih sesekali melihat Dio. Semuanya, semua kenangan bersamnya, perlahan terhapus. Tergantikan dengan puluhan lelaki yang singgah di hati Sarni.
Tapi, sore itu saat ia mengambil ceret ibunya yang tertinggal di sawah, mereka tidak sengaja bertatap muka. Biasanya Sarni pura-pura tidak melihat, tapi kali itu, mereka berpapasan dekat sekali. Ia tidak lagi bisa berpura-pura.
"Hey kamu, kapan pulang?" tanya Sarni basa-basi.
"Tadi pagi," jawabnya.
"Kamu masih disuruh ke sawah sampai sekarang?" tanya Dio. "Udah gede juga."
"Ah nggak. Ini cuma ambil ceret. Tadi ibu lupa bawa pulang."
"Oh..."
"Kamu ngapain sore-sore begini ke sawah?"
"Cuma lihat-lihat aja. Kangen sama suasananya."
"Oh...ya udah. Aku pulang dulu ya," ujarnya yang langsung melangkah menjauh. Dalam hati Sarni sempat membatin. Lama tak jumpa, rasanya jadi aneh saat ngobrol. Hhmmm...entahlah.
"Sar..."
Dio menghentikan langkahnya, lantas Sarni berbalik.
"Ya..."
"Kamu sudah punya pacar apa belum?"
Sarni tampak berpikir sebelum menjawab.
"Kenapa emangnya?"
"Em..em..ya kepo aja gitu. Lama gak ada kabar. Penasaran aja, apa kamu itu laku apa nggak. Hahaha 😜"
"Ih, jahatnya! Banyak tau yang naksir aku. Tapi, akunya aja yang jual mahal. Huh!" dia langsung melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.
"Sarni," Dio memanggil lagi. "Besok pagi jalan-jalan yuk," ajaknya.
Sarni membalikkan badan. Lama ia berpikir. Lama Dio menunggu.
"Lihat besok ya," jawab Sarni.
Dio mengangguk. Lantas membiarkannya pergi. Dalam hatinya seperti ada yang aneh. Sepertinya, dia memang sangat merindukan teman kecilnya itu.
Entahlah.
"Kita lihat saja besok," gumam Dio mengikuti perkataan Sarni.
Comments
Post a Comment