Skip to main content

Posts

Showing posts from 2018

This Globe

#minicerpen Kau tahu tidak bahwa bumi itu bulat? Iya, pasti kamu sudah tahu. Kita kan belajar bersama saat itu. Saat guru kita mengajarkan rotasi dan revolusi. Saat itu, kamu tampak melamun, atau ngantuk???  Entahlah. Tapi, aku terus memperhatikanmu, tapi kamu melamun. Jadi, mungkin kamu tidak sadar jika ada dua pasang mataku yang terus mengawasimu.  Habis, kamu tampan sekali. Kata orang-orang sih biasa saja. Tapi, entah kenapa, hatiku tak bisa berkata biasa. Senyummu...  Saat itu pelajaran olahraga. Kamu berlari merebut bola dari kaki teman kita. Kau tahu, aku juga memperhatikanmu. Rambutmu yang sedikit bergoyang oleh gerakanmu, juga setiap lekuk pergerakan tubuhmu, aku selalu memperhatikannya.  Pada masa tes masuk sekolah, kamu memang tampak menyebalkan. Kau sama sekali mengacuhkanku, padahal kita duduk berdampingan. Aku tidak suka jika ada cowok yang tidak tertarik padaku. Jadi, aku berusaha untuk menarik perhatianmu. Sesulit apa pun itu. Lambat laun, waktuku jadi habis hanya un

Younger Boy

#minicerpen Karena dia adalah adik kelasku. Rasanya aneh jika ceweknya lebih tua. Apalagi, kami di sekolahan yang sama. Kelas SMA dan SMP berada di satu wilayah. Dan aku melihatnya setiap hari.  Kami memiliki jadwal mapel olahraga yang sama. Jadi, begitu saja semuanya terjadi. Kami jadi saling kenal dan terkadang juga berebut bola di ring basket.  Sepulang sekolah, setelah mengikuti ekstrakurikuler, kami bertemu di halte depan. Saat itu hujan. Dia berteduh di sana setelah aku duduk lima menitan.  'Baru pulang, kak?' sapanya.  Aku mengangguk saja sambil tersenyum. Kemudian, dia duduk di sebelahku.  'Bajumu basah gitu Kak. Mau pakai jaketku?' 'Nggak usah. Nanti sebentar lagi juga reda.' 'O. Temannya mana?' 'Kayaknya masih pada di basecamp. Tadi niatnya mau pulang duluan. Eh, sampai gerbang malah hujan.' 'Tak anter saja gimana?' 'Jalan kaki?' 'Aku bawa motor. Tapi, masih di dalam. Tadi baru saja ada perlu di luar.' Lan

Fighter

#minicerpen Aku pertama kali melihat Birin saat upacara bendera. Di akhir kegiatan, para guru memanggil beberapa siswa yang baru saja menjuarai pencak silat untuk menerima piala. Dia adalah salah satu di antaranya. Kau tahu, sejak saat itu, kupikir aku mulai mencintainya.  Dalam hal ini, Novan, teman sekelasku sering mengejekku. Aku kurang paham sejak kapan kami tiba-tiba saling membahas ini. Tapi, tanpa kusadari, aku memang sering membahas namanya kala para cewek-cewek menggosip tentang daftar cowok terkeren di sekolah. Jadi, kupikir, semua teman sekelasku tahu jika aku ngefans dengan si juara pencak silat itu.  *Novan: Seleramu payah banget. Cuma cowok gitu aja diharepin.  *Aku: Payah gimana? Dia kan berprestasi. Keren tau!  *Novan: Ya kerenan akulah. Romantis juga. Mending kamu ngefans sama aku aja. Gampang deh nanti kalau mau minta tanda tangan. Nah kalau dia, ngelirik kamu aja nggak. Saake Hhhh 😜  Aku: Biarin.  Setiap berangkat sekolah, aku selalu bersemangat karena in

Lasting

#minicerpen "Ini permintaan terakhir kakekku sebelum meninggal. Dia ingin melihatku menikah dengan wanita baik-baik. Kau tahu kan, aku sudah tidak memiliki orangtua sejak kecil. Jadi, bisakah kau membantuku membahagiakan satu-satunya keluargaku?"  Aku berpikir keras. Bagaimana aku harus menjawab permintaan Dani itu. Dia itu adalah pacar Indah, temanku sendiri. Ini adalah hal paling gila yang pernah kualami seumur hidupku.  "Kenapa bukan Indah saja yang kamu paksa?"  "Dia sangat keras kepala. Dia tidak mau menikah sebelum lulus kuliah. Sementara kau tahu kan? Masih butuh waktu satu tahun untuk itu. Kakekku apa masih bisa bertahan selama itu? Dan lagipula, aku tidak tega melihatnya menunggu dengan tidak tenang."  "Tapi ini pernikahan, bukan pacaran. Bagaimana jika dalam proses itu tiba-tiba Indah setuju untuk menikah denganmu? Kamu akan ninggalin aku kan?"  "Aku tidak tahu."  Mendengar jawaban itu hatiku serasa hancur. Bukan k

Dangdut Love Story

#cerpen Tiga bulan sudah Risti menganggur. Puluhan surat lamaran pekerjaan ia sebar ke berbagai penjuru pabrik. Tapi, tak satu pun ada panggilan. Risti capek menunggu. Sementara keuangannya sudah sangat menipis.  Mendadak pada malam hari pukul delapan, Lek Kardi datang ke rumahnya.  "Ini aku minta tolong sangat. Biduan lain sudah pada dibooking. Kamu nyanyi lagi ya," permintaan Lek Kardi sungguh sangat menggiurkan. "Kemarin aslinya Lia bisa. Tapi mendadak dibatalkan karena alasan sakit tenggorokan. Jadi, ini aku minta bantuan sangat ke kamu Ris."  Sayup-sayup dari dalam kamar, terdengar suara ibunya yang batuk-batuk. Sementara di teras, terdengar bunyi langkah kaki bapaknya yang baru pulang dari jualan bakso keliling.  Wajahnya yang berkeriput tampak lusuh. Sementara gelintir-gelintir bakso itu seperti tidak berkurang sama sekali dari saat berangkat tadi.  "Ada tawaran nyanyi lagi Pak. Gimana?" Risti meminta persetujuan bapaknya.  "Ya terserah kamu, N

Drunk of You

#minicerpen "Mau ikut minum?" tanya Nico. "Terima kasih deh," jawabku. "Kenapa? Haram?" "Bukan itu," balasku. "Aku cuma mau menggunakan hak ku untuk memilih jenis minuman apa yang aku sukai. Kita hidup di negara merdeka kan?!" "Hah." Nico menuangkan minuman itu ke gelasnya. Selanjutnya, aku hanya memperhatikannya tanpa melakukan hal apa pun.  Jika kuperhatikan, anak Tante Mirna ini sebetulnya cukup tampan. Hidungnya mancung dan cukup tinggi. Tapi, sepertinya dia tipe cowok yang tidak ingin dikendalikan. "Hey, sepertinya kamu penasaran dengan rasanya. Cobalah sedikit." "Jika sikapmu itu hanya ingin buat aku ilfeel. Maka lanjutkanlah. Aku juga tidak tertarik padamu. Setidaknya, aku punya alasan untuk menolak perjodohan ini." "Hah? Terus, kenapa kamu mau kencan denganku?" "Ini cuma buat nyenengin mamahmu. Dia kan langganan di butik mamahku." "Oh. Jadi, ini semacam trik marke

Break Out

#minicerpen Ini isi surat itu: "Maaf sebelumnya mbak. Aku terpaksa mengirim surat ini kepada mbak karena aku tidak tahu harus mengadu kepada siapa. Aku Dania, pacarnya Mas Adit. Aku baru saja tahu jika Mas Adit sudah bertunangan dengan mbak. Karena sejak awal perkenalan kami di Facebook, Mas Adit bilang kalau dia jomblo. Sekali lagi aku minta maaf. Bukannya mau merusak hubungan kalian. Tapi, sekarang aku sudah hamil mbak. Anaknya Mas Adit. Mas Adit baru bilang kalau dia sudah bertunangan saat kuberitahu dia tentang kehamilanku. Aku harus gimana mbak? Tolong aku..." .................................................. Aku tidak melanjutkan membaca surat itu. Isak tangisku berubah jadi gemuruh yang dengan cepat menjatuhkan hujan air mata di pipiku. Adit, tunanganku. Dan bahkan tinggal sembilan hari lagi kami berencana menikah. Sedangkan undangan pun sudah terlanjur disebar. "Bagaimana aku harus menjelaskan ini pada orangtuaku, Ta?" Aku ceritakan semuanya pada Tita, tem

In One Day

#minicerpen "Jadi, sekarang dia sudah bercerai?" Tian bertanya padaku. "Iyah," jawabku singkat dengan pandangan kosong. "Terus, apa maksudmu curhat gini ke aku?" sahabatku itu tampak marah, "kamu masih berharap balikan sama dia?" "Ya nggak mungkin lah. Itu kan sudah lama sekali," jawabku. "Tapi, anaknya lagi lucu-lucunya." "Bagus. Ternyata kamu masih suka ngintip medsosnya!"  Tian tampaknya makin marah tapi aku nggak peduli. Pikiranku ini, maksudku perasaanku, entah kenapa ... "Ingat Rin, ingat-ingat apa yang sudah dia lakuin ke kamu. Dia bukan cowok yang baik. Apa yang kamu harapkan dari dia? Bahkan, istrinya pun meninggalkannya kan?" Aku memandang sejenak ke Tian. Dia memang benar. Tapi, terkadang perasaan ini sangat rumit. Aku nggak bisa menguasainya. Aku masih memikkannya. Dan luka itu seperti sembuh dengan sendirinya. Tiga tahun lalu, saat dia meninggalkanku karena ada wanita lain di hatinya...

First Date

Pada sore yang masih tampak cerah dengan segumpalan awan tipis yang bergelantungan di langit, aku berada di sini, di alun-alun Kota Semarang dengan Rifkan.  Di depan kami ada sekumpulan anak-anak yang bermain sepatu roda, juga serangkaian pemuda yang bermain basket di tengah lapangan. Sore itu, bundaran Kota Semarang masih tampak padat oleh keriuhan kendaraan yang berlalu lalang. Tapi, Rifkan sepertinya hening. Apa mungkin dia tidak bisa menikmati kencan pertama kami? Sedari tadi, hape terus yang ia ajak ngobrol. "Kalau kamu sibuk, kita bisa pulang sekarang," kataku. "Ah, nggak. Nggak papa kok. Nggak sibuk," balasnya dengan sedikit gugup. "Ooh...tapi sepertinya kamu sibuk." "Nggak. Sumpah. Ini, aku...em, maksudku, kita baru saja bertemu. Jadi, aku nggak tahu harus berbicara tentang apa." "Ooh." "Oh iya, kenapa kamu mau pergi denganku? Kamu tahu nggak kalau ibuku itu sukaa banget sama kamu?" "Iya. Aku tahu."

Lateless

#minicerpen Timo menatap kosong pada surat undangan di kedua tangannya itu. "Jadi, dua minggu lagi pernikahanmu?" tanyanya dengan tanpa menatap Sikha. "Iya," jawab Sikha. "Kamu bisa datang kan?" "Sikha...apa kamu sama sekali tidak tahu?" "Tahu apa?" "Kita sudah berteman dekat sejak enam bulan ini. Apa kamu juga masih tidak tahu, atau memang tidak mau tahu?" "Apa? Katakanlah. Jangan buat aku bingung." "Aku suka sama kamu. Kupikir, kita bisa menikah suatu saat nanti. Tapi, sepertinya aku salah paham." Sikha menatap nanar pada lelaki di hadapanya itu. Kelopak matanya serasa panas. Dan begitu saja air matanya mengucur deras. "Kamu jahat sekali!" "Kenapa?" "Kita sudah bersama selama enam bulan. Iya kan? Selama itu pula, aku sudah sering cerita kepadamu, aku ingin menikah. Aku bukan gadis remaja yang bisa bersantai ria dengan kesendirianku.  Aku juga cerita jika orangtuaku ingi

Haiss!

#minicerpen "Apa ini waktunya, di mana seorang wanita yang tidak memiliki kecantikan fisik, hanya dijadikan bahan lelucon, meski hatinya baik? Dan para lelaki berbondong-bondong mengejar cinta wanita bergaun seksi meski ia tahu bahwa tak ada sopan santun di perilakunya..." "Kamu itu bodoh!" Rani menyibakkan jilbab yang menutupi wajah, memutarkannya melilit di kepala, lalu menancapkan jarum di ujung sana. "Bodoh sekali!" imbuhnya. "Itu kenyataannya," ujarku dengan wajah layu. "Kenapa lelaki murahan seperti itu sampai bisa mempengaruhi kepercayaandirimu seperti ini, hah!" "Itu kenyataannya," ulangku. "Apa cuma gara-gara Rino mutusin kamu tanpa alasan jelas, terus jadi gini?" "Alasannya jelas Rani! Dia punya pacar yang lebih cantik dari pada aku!" "Dan kamu menangisi lelaki seperti itu?" "Aku nangis bukan karena itu. Tapi...ini karena aku tidak cantik. Kenapa aku tidak bisa cantik? Jika

Change Position

"Terkadang aku berpikir, akulah yang menyebabkan retaknya hubungan kalian. Hingga kamu dan Rista akhirnya putus," ujarku ke Dion. "Justru aku berterimakasih. Kamu udah kasih tau aku tentang perselingkuhan itu," jawabnya enteng. "Tapi Rista itu temanku. Dia sudah percaya, dia curhat ke aku semuanya. Tapi dasar mulutku ini nggak bisa direm." "Kamu yakin, dia cerita semuanya? Hah, aku aja dibohongin. Masa kamu seyakin itu bahwa dia bisa seratus persen jujur ke kamu. Yang benar saja. Kamu itu terlalu polos. Gampang dikibulin," Dion meledekku. Kuperhatikan saja tanpa membantah. Jujur saja, itu adalah perjumpaan pertama kami. Dulu kami memang sering inbokan saat dia masih berada di luar kota.  Tapi, komunikasi kami terputus sejak dia putus dengan Rista. Dan sekarang, kami bertemu secara tidak sengaja di taman kota ini.  Samar-samar, aku mengenali wajahnya hanya dari foto profil facebook. Begitu pula dengannya. Dan perjumpaan pertama kami ini begitu

Messy Store

#minicerpen "Kenapa banyak sekali para suami yang merasa nyaman curhat dengan wanita yang bukan istrinya..." ujarku pada Rani, teman sekelasku satu jurusan di Psikologi ini. Ini lagi jam kosong karena dosenku masih ada urusan. Teman-teman lainnya sudah bubar entah ke mana. Hanya ada aku dan Rani di kelas. Kami berdua masih asik menikmati wifi gratis, mendownload film-film terbaru dan sambil facebookan. "Gak cuma suami aja kales. Banyak juga kok istri yang merasa nggak nyaman curhat sama suaminya." "Lihat deh Ran," kuarahkan pandangan Rani ke layar notebokku, kuperlihatkan isi-isi inbokanku dengan suami orang. "Ih kamu ini ah, mau-maunya sih ngeladenin inbokan dari suami orang. Cari masalah aja kamu," Rani memalingkan wajah dari inbokanku "Aku penasaran aja Ran. Kadang, aku berusaha memahami jalan pikiran lelaki dari berbagai sudut." "Tapi bisa bahaya loh Ta. Ntar kalau kamu diajak ketemuan, terus nggak sengaja ketahuan istrin

Hang Up

#minicerpen Karena aku benci dengan kerinduan ini. Kamu dengan segala keindahanmu seakan seperti melambaikan tangan. Di saat aku mendekat, kamu diam saja. Maunya apa, kuharus bagaimana? Kau tahu kan bahwa sore ini amat sejuk. Lihat daun kelapa yang bergelantungan itu, melambai-lambai tertiup angin. Sejuk, sepoi-sepoi. Dan ini menghanyutkan. Sedang di sampingku ada kamu. ”Apa kita akan di sini terus?" tanyaku. "Lha kamu mau ke mana?" "Ya sudah di sini saja." "He em." Kemudian, langit mulai menggelap. Para peseluncur mengemasi barangnya masing-masing. Tukang sewa perahu, sewa banana boat, semuanya berkemas. "Ayo pulang. Pantai ini bentar lagi tutup," katamu. "Hm em. Ayo." Kita dengan tanpa bergandengan tangan berjalan beriringan menuju parkiran. Di sebelah kanan kita ada sepasang kekasih yang saling berpelukan di atas motor. Sedangkan di sebelah kiri ada sepasang keluarga kecil dengan satu anak, sedang sibuk bercengkrama.

Long Land

#minicerpen Sarni membuka buku dongeng yang baru saja ia pinjam dari perpustakaan sekolah. Dongeng Anak Muslim, begitu judulnya. Ia mulai membacanya sambil sesekali menggoyang-goyangkan otok-otok buatan bapaknya yang saling berkait, melingkari seluruh tanaman padi. "Hey kamu baca apa?" "Ih kamu. Ngagetin aja." Sarni reflek menutup buku bacaan itu. "Gitu aja kaget sih. Lebay." "Kenapa ke sini? Ganggu aja." "Aku bosen di rumah. Sini biar aku yang ngusir burung-burungnya," Dio mengambil paksa kaitan otok-otok dari tangan Sarni. Lantas segera berteriak kencang sekali, "Hoy. Hoy. Hoy." Seketika, burung-burung kecil itu pun berterbangan, pontang-panting, mencari tempat perlindungan." "Jaga padi tuh gini. Teriak-teriak. Atraktif. Bukannya diem aja." Sarni tidak mempedulikan tingkah Dio. Dia kembali fokus pada dongeng di tangannya sambil rebahan, menikmati semilirnya angin sore di gubug yang beratapkan daun nipa

Hospitable

#minicerpen Orang bilang, komunikasi adalah tiang terpenting dari hubungan jarak jauh. Tak ada komunikasi, tinggal tunggu saja bahwa apa yang kamu bangun itu akan segera runtuh. Kurasa, itu sangat benar. Berkali-kali kugeser layar hp, jemariku seperti tak terkendali, ingin rasanya aku menghubungimu, memberitahu bahwa ibukku sedang sakit. Tentu saja aku meminta perhatian. Tapi tidak! Ini sangat murahan. Aku tak mau lagi mengemis perhatian darimu, meski kamu masih menjadi pacarku. Dua bulan terakhir hubungan kita hambar. Terakhir kali, kita saling bercerita tentang reuni masa SMA. Setelah itu, hanya ada basa-basi sepi. Kamu sering lama membalas pesan, dulu paling lama satu jam, sekarang, sehari, bahkan terkadang tiga hari sekali kamu baru sempat. "Maaf beb, aku capek. Kemarin habis lembur, aku tidur seharian," katamu tiga hari yang lalu, yang tak juga kurespon hingga hari ini. Tak ada respon dariku, tak ada juga darimu. Iya aku tahu, kamu sibuk, aku juga. Tapi ... harusnya

Red Day

#minicerpen Dini hari ini aku merindukanmu. Tapi, kutepis dalam-dalam. Aku tahu, ini akan sia-sia. Besok, di keramaian kota pada puncak tahun baru China, kita sebelumnya pernah berjanji untuk bertemu. Sebelumnya... Sesudahnya, sesudah pertengkaran...ah tidak, lebih tepatnya perselisihan, iya. Perselisihan itu, sejak saat itu, kita tidak pernah saling terhubung satu sama lain. Aku tidak tahu apa yang sedang ada di pikiranmu. Tapi yang jelas, aku sedang tidak ingin membahas apa pun denganmu. Kubilang aku rindu. Itu benar. Tapi, untuk memulai kembali, aku seperti tidak memiliki ruang. Hanya ingin membayangkan saja mengenai apa yang seharusnya kita lakukan bersama besok. Di Klenteng Sam Poo Kong, akan ada pertunjukan barongsai dan juga tarian khas Chinese. Kita bisa berfoto bersama. Mengambil setangkai pohon berbunga merah, dan juga berfoto dengan para penari berkostum merah menyala, yang tak kalah cantiknya denganku. Kau ingat, dulu kita pernah membahas bunga merah itu. Sampai sekarang

Short

#minicerpen "Satu per satu, orang yang kamu sayangi akan meninggalkanmu. Entah siap atau tidak," Dilan berkata sangat lemah padaku. "Entah meninggalkan secara baik-baik dengan jalan kematian, atau dengan jalan yang menyedihkan semacam penghianatan." Aku masih terdiam. Mendengarkan ucapannya sambil menikmati angin yang bertiup kencang. Pandanganku masih kosong ke arah dedaunan yang meranggas tertiup angin. "Sejak kapan?" tanyaku. "Apa?" tanyanya. "Sejak kapan musim dingin ini datang?" "Oh...aku juga tidak tahu." "Udaranya sangat dingin akhir-akhir ini. Aku nggak suka dingin. Kamu tahu, aku punya alergi. Jadi, ... coba pegang tanganku," kataku. Dia hanya memandang saja. "Iihhh...coba saja," kuraih paksa tangannya untuk merasakan jari-jari es-ku. "Icy finger," katanya. "Iya. Dingin sekali kan? Jangan dilepas. Tanganmu sangat hangat." "Kau mau pakai jaketku?" "Tidak usah. Bada