#minicerpen
Minggu ini kami bertemu lagi. Bukan, bukan untuk berkencan. Tapi, untuk ngerjain tugas Biologi. Kudatangi rumahnya, lebih tepatnya di belakang rumahnya yang amat rimbun itu.
"Aku tahu, cewek selalu begitu."
"Gitu gimana?"
"Ya gitu...pinginnya serba instant."
"Masa sih?"
Dia tak langsung menanggapi. Hanya bermain-main saja dengan pot-pot bunga yang ada di hadapan kami. Memilih sejenak, lalu memasukkan beberapa sendok tanah ke dalamnya.
"Kamu jadinya milih yang mana? Jeruk aja ya..."
"Kamu nawarin atau cuma kasih info sih?"
"Ya nawarin."
"Tapi tadi kamu sudah mutusin pilih jeruk."
"Ya kalau kamu mau yang lain ya nggak papa. Maksudku kan ini akarnya bagus. Udah panjang-panjang. Nanti nilainya bagus juga. Itu cangkokan yang lain akarnya dikit-dikit."
"$&#$@%&"
"Ya udah...kamu pilih yang mana? Aku ngikut deh."
Aku sebetulnya tidak tertarik dengan pilihan jeruk atau yang lainnya. Tapi, pada topik pertama tadi. Hanya saja, Rio selalu begitu. Sok misterius. Males jadinya.
"Kalau ditanya malah diem," Rio masih menunggu jawabanku.
"Terserah kamu."
"Beneran? Nanti ngambek lagi.
"Kenapa sih?..."
"Kenapa lagi?"
"Kenapa kita nggak jadian saja?"
"Tuh kan, mulai lagi."
"Ya, kenapa gitu loh? Aku bingung dengan hubungan kita. Mau dibawa ke mana?"
"Kenapa harus buru-buru? Apa pentingnya status. Toh pacaran bisa putus. Nikah bisa cerai."
"Tapi kan...kalau kita pacaran, kalau kamu godain cewek, aku bisa marahin kamu. Kalau gini, aku gak bisa marahin kamu."
"Hmm...jadi gitu toh. Kamu pingin kita jadian biar bisa bebas marahin aku? Parah banget. Hhhh. "
"&9$/#"
Rio kembali fokus pada pot-pot bunga yang sudah kami beli dari toko. Senin besok di mapel Biologi, kami harus sudah membawa cangkok-an yang ditaruh dalam pot.
Aku memang kurang paham dengan mata pelajaran cangkok, stek, okulasi, dan serba yang direkayasa itu. Jadi, sebulanan yang lalu, aku coba sendiri di rumah. Dan hasilnya ZONK. Aku nggak tahu kalau batangnya harus lurus. Punyaku yang kemarin itu ada bengkoknya dikit aja, dan itu udah nggak bisa jadi.
"Tita, jujur saja, aku juga sayang sama kamu. Tapi...”
"Tapi apa?"
"Tapi, kamu baru saja putus sama mantanmu, dan aku juga. Jadi, kita belum tahu, ini, rasa nyaman ini benar cinta atau hanya pelarian saja."
"Jadi, kamu belum move on? Kamu masih mikirin mantanmu?"
"Ya nggak gitu juga."
"Apa aku tidak lebih cantik dari mantanmu? Kamu nggak bisa terima aku?"
"Bagimana jika sebaliknya?"
Rio mengambil gergaji lalu memotong batang jeruk yang sudah berakar panjang. Dengan cekatan dia memasukkannya dalam pot. Menanamnya. Lalu menepuk-nempuk tanahnya.
"Kamu cantik Tita," kata Rio. "Sangat cantik bahkan. Dan kecantikanmu itulah yang membuatku takut. Aku takut jika nanti saat aku sudah sangat mencintaimu, kemudian kamu menyadari kekuranganku, lalu kamu ninggalin aku.
Maksudku, saat kita tidak punya hubungan, kita tidak akan terlalu saling berharap. Dan yang lebih penting, kita tidak akan terlalu hancur saat tiba-tiba harus berpisah nanti."
"Tapi aku nggak ada niat buat pisah sama kamu."
Rio tersenyum. "Praktekin tuh cara nyangkok yang bener. Nanti kita baru jadian. Hhh"
"Nggak ada syarat lain yang lebih cool gitu?"
"Eemmm...okulasi deh."
"AAARRRGGHHHH!"
Comments
Post a Comment