#minicerpen
Sambil melamun, kupandangi lagi pesan singkat terakhir kalinya dari Ken.
”Maaf.”
Satu kata yang terus kuulang sepanjang waktu, setiap detik. Pikiranku seperti kosong. Memandang ke langit yang biru di sela-sela daun jati samping rumah, seperti sudah tak berasa, tak terraba.
Seekor ular hijau tampak bergelantungan tepat di atasku, merayap menghinggapi setiap dahan yang saling berdekatan. Kupandangi sejenak, lalu menunduk.
Sudah berulang kali aku diminta ibu untuk memetik daun jati, yang nantinya akan dijual ke pasar bersama dengan ketela pohong juga beberapa sayur-mayur hasil kebun. Sudah berulang kali, tapi aku tidak pernah merasa secapek ini.
Lemas sekali rasanya tanganku. Apalagi jika teringat Ken, tambah lemas seluruh badanku. Ken...
Dua bulan lamanya kami saling bertemu, berbincang-bincang kemudian jadian. Aku tidak pernah tahu jika dia sudah punya pacar. Aku tidak tahu jika aku selugu ini.
Lugu atau bodoh?
Aku memang gadis miskin yang tidak terlalu cantik. Sebab itulah aku hanya layak dibuat mainan, kemudian ditinggalkan saat sudah bosan.
Begitu kata Nida, pacar sejatinya Ken.
Comments
Post a Comment