Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2018

Reconnect

#minicerpen "Terkadang aku berpikir, akulah yang menyebabkan retaknya hubungan kalian. Hingga kamu dan Rista akhirnya putus," ujarku ke Dion. "Justru aku berterimakasih. Kamu udah kasih tau aku tentang perselingkuhan itu," jawabnya enteng. "Tapi Rista itu temanku. Dia sudah percaya, dia curhat ke aku semuanya. Tapi dasar mulutku ini nggak bisa direm." "Kamu yakin, dia cerita semuanya? Hah, aku aja dibohongin. Masa kamu seyakin itu bahwa dia bisa seratus persen jujur ke kamu. Yang benar saja. Kamu itu terlalu polos. Gampang dikibulin," Dion meledekku. Kuperhatikan saja tanpa membantah. Jujur saja, itu adalah perjumpaan pertama kami. Dulu kami memang sering inbokan saat dia masih berada di luar kota. Tapi, komunikasi kami terputus sejak dia putus dengan Rista. Dan sekarang, kami bertemu secara tidak sengaja di taman kota ini. Samar-samar, aku mengenali wajahnya hanya dari foto profil facebook. Begitu pula dengannya. Dan perjumpaan pertama kami ini

Darking Keys

Akhirnya, dia mulai bicara tentang kita. "Aku tidak bisa hidup dengan wanita yang setengah hati mencintaiku. Seperti yang kemarin...aku nggak mau mengulangi yang seperti itu lagi." "Nggak ada orang yang mau berbagi cinta," kataku. "Tidak akan pernah ada." "Lalu, bagaimana perasaanmu padaku?" "Harusnya aku yang tanya. Apa aku benar-benar sudah mampu menggantikan posisi dia di hatimu?" "Tentu saja. Aku nyaman sama kamu." "Bukan seperti itu. Rasa nyaman tidak akan cukup jika kamu masih menyesali kegagalan kisahmu yang lalu." "Apa maumu sekarang?" "Aku harap, kita tidak usah bertemu dulu. Agar kamu bisa berpikir, apa kamu benar'benar merindukanku sepenuhnya atau tidak. Dan lagi, jangan beri aku harapan jika kamu masih tidak yakin dengan perasaanmu sendiri. Kau tahu, kamu akan sangat menyakitiku dengan sikapmu yang seperti itu."

Traveled so Far

#minicerpen Taman kota semakin ramai di sore hari. Ada sekumpulan remaja yang berteduh dengan masih mengenakan seragam putih abu-abu, juga segerombolan anak-anak yang bermain sepatu roda.  Di taman itu, kami bertemu. Duduk berdampingan di kursi taman sambil membicarakan masa depan. "Aku ingin kita menikah,” kataku pada Rus. ”Atau jika tidak...” ”Jika tidak, apa?" ”Jika tidak, maka kita tidak usah bertemu lagi.” "Apa kamu bilang? Mudah sekali kamu bicara. Kamu pikir, menikah itu mudah?” ”Aku nggak mau berpikir. Tapi aku mau bertindak. Bukan hanya sekadar memikirkannya seumur hidupku, sepanjang waktu, setiap waktu...aku bosan dengan hayalan-hayalan itu.” ”Tapi aku belum siap. Aku...akh. Pernikahan itu masih dua tahun ke depan di pikiranku. Aku baru saja bekerja tiga bulan yang lalu. Kamu tahu kan itu?” ”Aku tahu. Tapi kita sudah dua tahun lebih pacaran. Aku terima kamu apa adanya saat ini. Aku tidak minta pernikahan yang mewah, rumah mewah, perhiasan...aku cuma minta perni

Night Inside

#minicerpen Malam ini langit tampak cerah. Kulangkahkan kaki menuju sekolah yang berjarak seratus meter dari rumah. Lagi ada istighosah jelang kelulusan. Jadi, semua murid kelas XII diwajibkan untuk ikut. Hanya ada sedikit ketakutan saja bahwa aku bakalan lulus atau tidak. Yang justru membuatku takut adalah setelah perpisahan itu. Apakah aku dan dia masih akan bisa bertemu lagi? Dia, cowok yang sudah tiga tahun ini selalu mengusik hatiku. Entah bagaimana, tapi cinta itu tumbuh begitu saja sejak pertama kali dia duduk di bangku depanku. Cowok yang sangat biasa. Sering tidak disiplin, selalu lupa mengerjakan PR, dan juga sering bolos. Sungguh tak ada yang luar biasa. Tapi, perasaan itu bertahan di sana.  Di sana, siswa-siswi dipisah antara yang lelaki dan perempuan. Hingga acara istighosah selesai, aku sama sekali tidak melihatnya. Mungkin saja dia bolos. Aku juga nggak tanya ke teman-teman. Hingga akhirnya, aku menemukan dia di pojokan kantin sekolh yang agak sepi. Dari kejauhan, a

The Player

#minicerpen Sambil melamun, kupandangi lagi pesan singkat terakhir kalinya dari Ken.  ”Maaf.” Satu kata yang terus kuulang sepanjang waktu, setiap detik. Pikiranku seperti kosong. Memandang ke langit yang biru di sela-sela daun jati samping rumah, seperti sudah tak berasa, tak terraba.  Seekor ular hijau tampak bergelantungan tepat di atasku, merayap menghinggapi setiap dahan yang saling berdekatan. Kupandangi sejenak, lalu menunduk.  Sudah berulang kali aku diminta ibu untuk memetik daun jati, yang nantinya akan dijual ke pasar bersama dengan ketela pohong juga beberapa sayur-mayur hasil kebun. Sudah berulang kali, tapi aku tidak pernah merasa secapek ini. Lemas sekali rasanya tanganku. Apalagi jika teringat Ken, tambah lemas seluruh badanku. Ken... Dua bulan lamanya kami saling bertemu, berbincang-bincang kemudian jadian. Aku tidak pernah tahu jika dia sudah punya pacar. Aku tidak tahu jika aku selugu ini. Lugu atau bodoh? Aku memang gadis miskin yang tidak terlalu cantik. Sebab itul

Break

#minicerpen Apa ini akan jadi sia-sia? Kamu memberikan sepotong gamis putih yang cantik. Kutanya untuk apa? Jawabmu, aku bisa memakainya nanti di saat ijab qabul. "Haha,” kamu tertawa. ”Kan masih lama. Sekolah saja belum lulus," kataku. ”Ya nggak papa. Mumpung masih murah. Besok kan harga naik semua." Saat itu aku tersenyum. Apa yang kupikirkan mungkin saja berbeda dengan apa yang ada di pikiranmu. Siang ini amat panas. Kutengok hp, sepi-sepi saja. Kususuri trotoar yang menghubungkan sekolahku dengan sekolahmu. Terkadang, aku ingin mencarimu di sana. Di kerumunan siswa-siswa yang sedang bermain sepak bola. Tapi, kuurungkan niat. Buat apa? Jadi, aku melanjutkan langkah. Sekolahmu adalah sekolah khusus putra, jadi sanga wajar jika kamu tidak memiliki banyak teman perempuan. Meski begitu, bukan berarti bahwa aku adalah wanita yang selalu kamu rindukan, iya kan? Kupandangi hp lagi, kubaca pesan-pesanmu yang ramah. Tapi, tiga hari aku tidak memulai, kamu pun tidak muncul untu

Love is so Silent

#minicerpen Aku terus berpikir apa sebab kamu tidak bisa mencintaiku. Sepanjang hari bahkan saat pertama kali membuka mata di pagi hari, aku terus memikirkan itu. Terkadang, pemikiran ini bahkan sampai pada di titik di mana aku tidak bisa lagi berpikir sama sekali. Pagi yang cerah, seharusnya. Iya. Seharusnya. Kususuri setapak demi setapak jalur ini. Melihat sekeliling, di antara rerimbunan bunga flamboyan dan pohon beringin yang rapat daunnya.  Dulu, di taman kota, kita sering menghabiskan waktu bersama. Mencicipi ice cream dan berbincang di sepanjang jalan. Berfoto selfie, dan saling berkomentar tentang kostum yang kita kenakan. Apa kau tahu, aku sangat bahagia saat menghabiskan waktu bersamamu. Dan bagaimana denganmu? Aku mencintaimu. Lalu, bagaimana denganmu? Kau bilang, "Tidak!" kau tidak mencintaiku, dan tidak akan pernah bisa mencintaiku. Bahkan di sisa waktumu yang sedikit itu, tak bisakah kau mencintaiku sedetik saja? Iya. Tentu saja tidak bisa. Dan aku mulai

Expresso

#minicerpen Kami bertemu lagi setelah tiga tahun. Terakhir kali saat wisuda. Dan tadi pagi, kami berada di satu lift yang sama. Dia sudah tiga tahun bekerja di kantor ini, sedangkan aku baru diterima satu hari. "Kamu kenal Agus?" tanyanya. "Em...kelas apa?" "Dari kelas F kayaknya," jelasnya. "Dia juga di kerja di sini." "Oh...” ”Kalau Anita?" "Kalau Anita kenal." "Dia baru tiga bulan masuk." "Oh..." "Ya udah. Aku masuk dulu ya." "Iya." Kami berpisah begitu pintu lift terbuka. Dia ke ruang sebelah kanan, sedangkan aku masih naik ke lantai sepuluh. Pada jam istirahat, kantin tampak ramai. Aku anak baru, belum punya teman, dan sekarang ini tidak dapat tempat duduk pula. Kepalaku menengok ke kanan dan ke kiri. "Disti!" seseorang memanggilku. Kucari arah suara itu, lalu tersenyum. "Sini!" ujar Gio sambil melambailan tangan.  Aku menuju ke arahnya sambil membawa nampan beri

Weizzy

#minicerpen Minggu ini kami bertemu lagi. Bukan, bukan untuk berkencan. Tapi, untuk ngerjain tugas Biologi. Kudatangi rumahnya, lebih tepatnya di belakang rumahnya yang amat rimbun itu.  "Aku tahu, cewek selalu begitu." "Gitu gimana?" "Ya gitu...pinginnya serba instant." "Masa sih?" Dia tak langsung menanggapi. Hanya bermain-main saja dengan pot-pot bunga yang ada di hadapan kami. Memilih sejenak, lalu memasukkan beberapa sendok tanah ke dalamnya. "Kamu jadinya milih yang mana? Jeruk aja ya..." "Kamu nawarin atau cuma kasih info sih?" "Ya nawarin." "Tapi tadi kamu sudah mutusin pilih jeruk." "Ya kalau kamu mau yang lain ya nggak papa. Maksudku kan ini akarnya bagus. Udah panjang-panjang. Nanti nilainya bagus juga. Itu cangkokan yang lain akarnya dikit-dikit." "$&#$@%&" "Ya udah...kamu pilih yang mana? Aku ngikut deh." Aku sebetulnya tidak tertarik dengan pilihan jeruk a

Momment

#minicerpen Malam tahun baru ini kami berkumpul di alun-alun kota. Menikmati kerlap kerlip kembang api yang mulai bertebaran sejak habis magrib tadi. Kulihat di ujung jalan, dia sedang menyeberang. Pikiranku sekilas teralihkan. Dia datang dengan membawa senyuman. Sedangkan jilbab hitamnya yang berkibar-kibar tertiup angin malam itu semakin menambah riuhnya suasana di hatiku. Dia semakin mendekat. "Mana teman-teman yang lainnya?" tanyanya. "Itu di sana. Lagi beli kacang sama jagung. Em, kamu sendiri ke sini?" "Iya nih." "Terus, nanti pulangnya gimana?" "Nanti aku pulang cepet kok. Gak bisa sampe jam 12 malam." "Oh." Perlahan-lahan, teman sekelas kami mulai berdatangan. Kami para jomblo di kelas F memang sengaja janjian berkumpul di malam tahun baru.  Dari empat puluh orang, kurang lebih ada setengahnya yang janji datang di alun-alun. Termasuk dia, siswi cantik yang sejak beberapa minggu terakhir ini menyita perhatianku. Pukul s