Skip to main content

Pesan Purnomo

#cerpen

“Di mana Satrio?” 

Orang yang pertama kali kulihat di Rumah Mbah Marih adalah Teguh. Dia kawan baiknya Satrio. Mereka sudah begitu sejak lama. Lebih tepatnya, sejak kami semua mulai akil baliq. 

Sejak itu pula, hubunganku dengan Satrio tak lagi selekat dulu. Peraturan di kampung memang lumayan rumit. Aku tak bisa berlama-lama berdekatan dengan Satrio, seperti yang sering aku lakukan dulu. Emak bilang, anak perempuan tak pantas jika main-main dengan anak laki-laki. Seperti tak punya malu. Tidak bermoral. 

Kadang-kadang, jika emak berangkat ke pasar, aku sesekali masih ke rumah Satrio. Tepat di depan rumahku adalah rumahnya. Dan kami masih sering bercengkrama. Ya, tentu saja saat orangtua kami sedang tidak ada. 

Barusan saja, Purnomo, bocah berumur sembilan tahun, datang mengabarkan. Satrio kini berada di rumah Mbah Marih, dukun urut paling manjur di seantero kampung. Bahkan, namanya pun banyak dibicarakan orang-orang dari dusun lain. 

Purnomo bilang, sakitnya Satrio itu cukup parah. Dia terpeleset kelicinan tepian kali di samping pekuburan. Semalam baru saja hujan. Dan, jalanan di sekitar situ sama sekali belum tersentuh pembangunan aspal. 

Kali itu sebenarnya tidak angker. Hanya kebetulan memang kedalamannya jauh berbeda dengan yang di kanan-kiri. Juga akibat begitu banyaknya bambu tua di sana. Menyebabkan suasananya terasa agak singup dan berbeda. Kadang, ketika musim jenu tiba, selain mendapat ikan, ada juga penjenu yang mendapat tengkorak atau tulang kaki. 



*** 



Teguh diam tak menjawab. Pikiranku jadi kacau jika ada seseorang yang sok misterius. 

Membuatku begitu banyak menebak-nebak. Dari rona wajahnya saja sudah tak enak. Ah, dia itu seperti klaras busuk yang ingin segera kusulut biar sekalian lekas memekik. 

Aku dan Teguh memang tak terlalu dekat. Kami hanya beberapa kali saja saling menyapa. Tak banyak yang kuketahui tentangnya selain bahwa dia adalah rekan Satrio ketika mencari burung di hutan. Aku sering melihat mereka memberi pakan burung tangkapan di rumah 

Satrio yang berada persis di depan rumahku. 

“Wajahmu, tegang sekali.” 

Dia malah berbasa-basi. Sedang aku tak minat basa-basi. 

“Jika aku yang sakit, apa kau juga akan setegang itu?” 

Ah, aku hanya ingin bertemu Satrio. Tapi, kulihat Teguh mencium sesuatu. Gelagatku ini 

mungkin diartikannya lain. Aku benci ini. Tak ada yang boleh mampu membaca hatiku. Aku 

memang menyayanginya. Tapi, tak kan kubiarkan orang lain, apalagi Teguh itu tahu. 

“Mana Satrio?” tanyaku mulai kesal. 

“Aku bohong,” jawabnya datar. “Dia tak terpeleset juga tak sakit.” 

Benar-benar gila! Mentang-mentang dia adalah orang yang paling sering berenang 

dengan Satrio, dikiranya boleh bebas mengarang cerita. Jika mau mempermalukanku, bukan 

begini caranya. Bahkan, kakiku pun sampai sakit akibat terbentur batu sialan di pinggir jalan 

tadi. Sedang dia cuma bercanda. Ah, menyebalkan! 

“Berkali-kali aku datangi, kau pikir aku cuma bercanda, begitu? Aku serius, serius!” 

“Tapi,...” 

“Tapi, tentu kau tak mampu melihat itu karena di otakmu hanya dipenuhi Satrio, kan?!” 

Pikiranku mulai terkontaminasi. 

“Cobalah sesekali...” 

*** 

Selembar daun mangga jatuh menimpa bahuku. Rumah Mbah Marih memang dipenuhi 

banyak pohon. Ketika musim gugur tiba, aku merasa keletihan sendiri menyaksikannya nyapu. 

Halaman itu sudah cukup menguras tenaga sehingga ia tak kuat lagi untuk nyawah. 

Tapi, rumah Mbah Marih kini sepi. Barangkali, ia lupakan sejenak halamannya itu. Ke 

sawah akan jauh lebih menghasilkan. Sementara di rumah hanya menunggu pesakitan yang tak pasti datang. 

Sedang berdua saja dengan Teguh membuatku ngeri. Ini jauh lebih tidak enak dari pada saat aku berjam-jam bersama Satrio dulu. Tatapan Teguh yang tajam serasa menusuk. Dia adalah makhluk asing yang tiba-tiba hadir dan menerobos masuk dalam alam bawah sadarku. 

“Maksudmu apa?” 

Tak hendak kutahu jawaban dari pertanyaan itu. Hanya sarana penghindaran diri untuk segera berlari. Tapi, sebelum aku mampu melangkah jauh, dia telah terlebih dulu mampu. 

Menahanku hingga benar-benar mati terkunci. 

Seperti sebuah petir ia menyambar. Menyekatku dalam keheningan yang bisu. Sebisu angin yang hanya mampu bergeming. Membuatku begitu lebur dan tak mampu bernafas dalam sekian detik. 

“Kau tahu persis apa maksudku!”

Comments

Popular posts from this blog

Pantai Pungkruk Jepara, Mirip Altar Pernikahan

 Free Html Jika kamu berkunjung ke Kabupaten Jepara, amat sangat aku sarankan buat mampir ke Pantai Pungkruk yang ada di Desa Mororejo, Kecamatan Mlonggo, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Selain karena aksesnya amat mudah dijangkau, menikmati keindahan pantai ini juga gratis loh guys. Tidak ada tiket masuk maupun parkir sama sekali. Meski free, jangan salah sangka dulu ya. Sebab pemandangan alam yang dipadukan dengan dekorasi buatan amat terkombinasi dengan begitu cantiknya di sini. You see, ini mirip seperti altar pernikahan outdoor yang ada di pernikahannya orang-orang kelas atas gitu guys. Cantik dan amat bagus penataannya yang sederhana namun tetap elegan. SPOT PREWED Bayangin deh kamu ambil foto prewed di sini sama pasangan. Sudah pasti ini akan jadi background yang cantik buat foto-foto kalian.  Baik itu dari spot yang bulat-bulat mirip altar di kastil, ataupun di spot mirip jembatan yang berada persis di tepi pantai ini.  GAZEBO Di kawasan pantai yang gratisan ini ju...

Puja Mandala, Wajah Toleransi Umat Beragama di Bali

Puja Mandala Toleransi umat beragama di Indonesia memang sudah tidak diragukan lagi. Termasuk juga yang ada di Pulau Bali. Hal itu tercermin dalam satu kawasan wisata religi yakni di Puja Mandala Di Puja Mandala ini ada lima tempat peribadatan untuk enam agama yang diakui di Indonesia. Kenapa lima tempat ibadah untuk enam agama? Karena Puja Mandala ini sudah lebih dahulu dibangun sebelum agama Kong Hu Chu diakui di Indonesia. Jadi, Puja Mandala dibangun tahun 1994, sedangkan agama Kong Hu Chu diakui di Indonesia sejak masa kepresidenan Abdurrahman Wahid yakni antara tahun 2000-2001 (silahkan komen jika aku salah ya). Jadi, ya begitulah gaes. Sudah terlanjur dibangun lima tempat ibadah ya. Pura Jagatnatha Oke, kita mulai yang pertama. Ini ada Pura Jagatnatha. Di pintu masuk pura, ada keterangan bahwa yang akan beribadah diwajibkan mengenakan pakaian yang layak, sopan serta dilarang pakai rok pendek ya untuk perempuan. Selain itu, juga dilarang pecicilan dengan menaiki atau memanjat semu...

Wisata Religi Hemat di Klengteng Sam Poo Kong Semarang

Tiket reguler: Rp7000 Tiket Ibadah: Rp20.000 Aula Klenteng Sam Poo Kong Hai sobat traveling hemat, kali ini aku mau kasih info tentang perjalanan aku singgah di Sam Poo Kong Semarang.  Dengan budget di bawah Rp50.000, kamu sudah bisa menikmati design arsitektur cantik khas China, yang merupakan salah satu tempat petilasan dari Laksamana Muslim asal China, yaitu Laksamana Cheng Ho. Patung Laksamana Cheng Ho Lokasi Klenteng Sam Poo kong ini berada di Kota Semarang, Jawa Tengah, tepatnya di Jalan Simongan. Lokasi detailnya yakni berada di sebelah barat Tugu Muda. Kurang lebih hanya berjarak lima sampai sepuluh menit saja, tergantung dari kondisi kemacetan pusat kota saat berkunjung. JAM BUKA Jam buka dari Klenteng ini dari pagi sampai malam guys. Jadi, kalau kamu pas lagi mampir di Semarang, bisa juga menghabiskan waktu menikmati arsitektur cantik yang merupakan peninggalan dari muslim asal China yang sempat singgah di Indonesia, yakni Laksamana Cheng Ho. RINCIAN TIKET Untuk tiketnya ...